Sabtu, 19 Maret 2011

kado yang terlupakan

Disebuah desa tinggallah seorang ibu dengan tiga anak. Anak yang pertama begitu disayang dan selalu diperhatikan. Anak yang kedua memang sedikit berbeda, ia selalu merasakan ketidaknyamanan berada dirumah itu. Anak yang ketiga juga begitu disayang oleh sang ibu.
            Suatu ketika anak pertama sedang duduk di teras bersama anak kedua, kemudian si ibu menghampiri dan percakapan pun dimulai.
Ketika anak pertama bercerita si ibu begitu antusias mendengarkan cerita si anak pertama. Namun ketika giliran anak kedua yang bercerita si ibu tidak menggubris sedikit pun. Berkali-kali si anak kedua ini mencoba memilih waktu yang pas untuk berkeluh-kesah dengan sang ibu namun sang ibu lagi-lagi tidak menggubris.
Akhirnya anak kedua pun enggan untuk bercerita dengan si ibu, karena ia takut jika nanti ceritanya tidak mendapat sambutan baik dari sang ibu.
            Hari berikutnya, sang ibu bertemu dengan teman lamanya. Sang ibu menceritakan kehidupannya sekarang. Ia ceritakan betapa hebat anak pertamanya. Betapa tampannya anak ketiga. Ironinya sang ibu hanya berkata bahwa anak keduanya duduk di sekolah menengah saja, tidak lebih. Seakan dimata sang ibu sosok anak kedua tidak begitu istimewa.
Anak kedua itupun mendengar percakapan yang mengiringi tegukan kopi sang ibu dan teman lamanya.
Begitu sakit hati si anak kedua itu. Memang anak kedua tidak lebih pintar dan tidak lebih hebat dari anak pertama.
            Lain hari, sang ibu sedang pulang dari berkebun, si anak pertama dan kedua juga baru pulang dari sekolah. Rumah terlihat kotor pula.
Sang ibu membentak sang anak kedua. ”saya juga baru pulang ibu !”, bela anak kedua.
Dimata ibu anak kedua begitu malas dan sekali lagi tidak istimewa .
            Lain hari berikutnya, sang anak berangkat kesekolah dengan sepeda motor miliknya. Ia lebih senang berada di sekolah dari pada di rumah.
Semua itu karena ia tak sanggup menerima tekanan demi tekanan dari rumah yang menghambat belajarnya. Ia selalu berusaha agar disetiap pagi hari ia tidak mendapat santapan pahit dari sang ibu sehingga ia tidak terbebani dalam belajarnya.
            Namun ketika perjalanan pulangnya ia mengalami kecelakaan dan ia harus dilarikan di rumah sakit.
Seorang polisi menghampiri rumahnya untuk memberi kabar kepada sang ibu bahwa anak perempuannya kecelakaan.
Sang ibu pun dengan sedikit terpaksa melangkahkan kakinya menuju rumah sakit.
Ditemuinya anak kedua itu, dengan keadaan yang begitu menghawatirkan.
            Dalam keadaan itu sang anak memegang erat tangan si ibu dan berkata “ berikan aku kecupan indah dan senyum yang tulus, ibu. Dan katakan bahwa ibu mencintai aku seperti ibu mencintai kedua saudaraku”.
Ditengah-tengah ibu mengabulkan permintaan sang anak keduanya, mata anak itu tertutup untuk selamanya.
            Setelah pemakaman anak kedua itu si ibu membereskan kamar tidur milik sang anak. Untuk yang kedua kalinya sang ibu masuk kamar sang anak keduanya.
Begitu kagetnya sang ibu melihat keadaan kamar anaknya.
Buku-buku tertata di meja belajarnya, keras-kertas kecil bertuliskan ”aku cinta ibu karena Allah, aku tidak akan peranah membenci ibu! , aku tidak akan pernah membuang ibu dari hatiku!, walau ibu sudah tidak mencintaiku namun aku tidak akan memudarkan rasa cintaku pada ibu samapai kapanpun!!” tertempel didinding kamar.
Tidak hanya itu, sang ibu tidak dapat menahan tangisnya ketika melihat begitu banyak kado di bawah tempat tidur sang anak keduanya. Dari kado-kado itu semua tertuliskan ”untuk ibu yang kusayang”

            -otta qurrota a’yun-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar