
Sebenarnya aku tak ada niatan untuk
mendaftar di universitas itu, tetapi karena orangtua yang menyarankanku,
akhirnya aku harus menerima saran baik orangtuaku, karena aku yakin bahwa “ridho
Alloh ada pada ridho orangtua”.
Catat kawan, “hari pertama” itu artinya hari
dimana masa orientasiku sebagai mahasiswa baru. Berat
rasa ini melangkahkan kaki untuk sesuatu yang sebenarnya tak sesuai dengan
harapan hati. Ku injakan kaki beralas kickers
hitam di sebuah ruang auditorium. Ratusan mahasiswa baru memenuhi ruangan ber-AC itu dan menyimak para “senior”
yang sedang memberikan instruksi untuk kegiatan hari esok.
Lemas
sudah badan ini mendengar semua intruksi itu. Fikiran – fikiran tentang
kekejama masa orientasi, “monster ospek” pun berlarian di benakku. Menarik
nafas panjang, cukup untuk merilekskan fikiran
yang tegang ini. Alhasil ketegangan ini mencair dengan tatapan nanar oleh
seorang lelaki tua di depan kampus.
“mari mbak, dibeli
kranjang sampah ungunya. Bisa pesan juga kepangan tali rafianya mbak”, sapa
lelaki tua itu.
Hemmm….
Kuputuskan untuk membeli bahan-bahan di depan kampus. Mahal, tapi tak masalah.
Yang ada dalam fikiranku saat itu, pastilah sulit mencari barang - barang
tersebut dan akan sedikit repot membuat barang dengan ketentuan yang
diinstruksikan.
Rame
sekali dirumah malam ini. Ayah terlihat sibuk mengukur dan menggunting karton
untuk tanda pesertaku. Ibu sibuk dengan kranjang sampah yang aku beli tadi
siang. Kakak dan adik tak kalah sibuknya dengan membuat buku catatan dengan
beberapa ketentuan dari panitia orientasi kampus. Aku ? dengan keadaan fisik ku
yang sedang tidak fit menuliskan kalimat baris demi baris hingga menjadi sebuah
makalah. Malam ini memang malam yang super sibuk.
-***-
Hari demi hari kulalui dengan sedikit
keterpaksaan. Walau pun terpaksa namun aku tak berhenti mencoba berdamai dengan
keadaan. “monster - monster ospek” yang awalnya begitu judes pun kian
lama memancarkan senyum terindahnya. Kakak-kakak panitia ospek pun kian lama
kian menggemaskan. Tak lagi sok “senior” dihadapan adek tingkatnya.
Semua berubah.
Barulah
aku paham betapa sulitnya kakak-kakak panitia ospek itu membuat sebuah drama
yang berdurasi selama seminggu. Bukan tak hanya membuat tapi memerankan tokoh
tokohnya juga. Luar biasa sekali kakak - kakak itu. Beberapa bulan, selalu
meluangkan waktu pikiran dan tenaganya untuk mempersiapkan semua agenda dan
masih harus berdrama selama seminggu di depan adek tingkatnya dalam
acara tersebut. Perjuangan yang luar biasa hanya untuk adek tingkatnya itu
mereka lakukan tanpa pamrih.
Beberapa
waktu berlalu, ternyata para “senior” itu tak berhenti begitu saja.
Mereka begitu peduli kepada adek tingkatnya. Saling membantu dalam hal akademik
contohnya. Setiap sore hari para “senior” itu memberikan tutorial
bagi adek tingkat yang membutuhkan bantuan untuk memahami materi kuliah. Luar biasa
bukan? inilah hebatnya kakak seniorku.
Sebulan
dua bulan telah terlewati. Mereka bukan lagi menjadi “seniorku” tetapi
kini mereka sudah menjadi kakak ku. Seperti sahabat, atau bahkan bagian dari
keluargaku. Keakraban pun terasa tak hanya padaku tetapi juga pada teman - teman
satu angkatanku. Menyenangkan bukan memiliki kakak tingkat yang begitu luar
biasa seperti itu ? bukan hanya para kakak tingkatnya yang luar biasa, tetapi
para dosennya pun luarbiasa.
Kalian
harus tau kawan, kegiatan kampus yang luar biasa tidak akan berjalan ketika
tidak ada dukungan dari para dosen. Selain itu, ada para mahasiswa hebat karena
bimbingan dari dosen yang hebat pula.
Semakin
mantab hati ini. Tersadar bahwa ini lah hikmah dari keterpaksaanku. Kini aku
tak lagi terpaksa. Aku bersyukur karena aku dipertemukan oleh mereka,
teman-temanku, kakak tingkatku, para dosen dan semua yang berada di kampus.
merekalah orang - orang hebat yang memberi warna disetiap hariku. Trimakasih
semuanya… :)