Kamis, 25 Oktober 2012

Ibuku Bagaikan Radio Rusak


Malam ini sengaja aku tak keluar rumah. Enggan rasanya menikmati malam ketika grimis datang. Aluna saxaphone[1] Kenny-G favoritku menjadi soundtrack suasana malam ini. Kuteguk secangkir teh dan kunikmati bakpia[2] yang sejak beberapa menit tadi disuguhkan oleh adikku sebelum dia meninggalkan rumah. Rizqi. Seperti biasa, setiap sabtu malam Rizqi selalu bersepeda mengelilingi kota istimewa ini bersama dengan teman - teman satu komunitasnya.
Sepi dan sendiri. Kuambil handycam yang tergletak di meja kerja ayah. Aku membukanya perlahan.
“Kakak ayo buruan bangun sudah sore. Jadi jalan - jalan ke Kuta[3] gak ,”triak ibu yang sedang membereskan kamar.
“Ayo kita bangunkan si “ratu kapas”[4]..ehehe..”bisik Rizqi di depan handycam.
            Aku tersenyum kecil menikmati keusilan adikku dalam video amatir saat berlibur di pulau dewata itu. Rasa rindu akan kenangan itu, mendorongku untuk menikmati satu per satu video yang ada di handycam.
            “Kakak, jangan jajan sembarangan ya? Ibu sudah membawa kue kesukaan kakak lho...” Tegur ibu saat aku hendak membeli jajanan di daerah Monas.
            “Kakak, jangan lama-lama main airnya. Kasian adik kedinginan.” Triak ibu saat aku hendak  menikmati serunya meluncur bersama Rizqi di waterboom Jakarta.
            “Kakak, jaga adik ya.. yang rukun dan gak boleh boros. Ingat juga pesan ayah, jangan lupa baca quran setiap selesai sholat magrib minimal dua puluh menit.” Bisik ibu sembari memelukku sesaat sebelum terbang meninggalkan indonesia.
Video - video itu mengingatkanku akan sebuah kehangatan sebuah cinta yang tulus ikhlas. Aroma kerinduan semakin tajam dengan suasana yang begitu mendukung. Memang sejak seminggu lalu ayah dan ibu meninggalkan Indonesia untuk beberapa bulan kedepan.
            Aku terus memperhatikan bagian demi bagian dari video - video itu. Aku sangat merindukan clotehan - clotehan manis yang terdengar seperti radio tua yang sedang ada gangguan di bagian speakernya itu.
            Terdengar sangat mengganggu saat clotehan - clotehan itu menggema di telinga. Tapi justru clotehan - clotehan itulah yang selalu membuatku bersemangat meraih sebuah impian besar dalam hidupku. Terkesan aneh tapi begitulah adanya. Aku sangat merindukan clotehan - clotehan ibu yang ku sebut dengan clotehan manis dari radio rusak.

(Ditulis di kamar berukuran kecil ditemani sebungkus kuaci matahari favoritku dan sebotol jus serta beberapa potong roti bakar)
Yogyakarta, 15 Februari 2012


Biodata :
M.Qurrota A’yun adalah mahasiswa baru di Universitas Ahmad Dahlan jurusan Psikologi. Gadis periang ini  lahir pada tanggal 30 Agustus 1993 di Yogyakarta. Saat ini statusnya sedang menumpang di gubug orang tuanya di Mancasan WB2/696 Rt.40 Rw.09 Wirobrajan Yogyakarta. Selain itu gadis ini juga sedang belajar untuk menggores kalimat demi kalimat bersama kawan - kawan di Writing Revolution.



[1] Saxaphone adalah alat musik yang masuk dalam katagori aerophone, single-reed woodwind instrument. Biasa digunakan dalam musik jazz dan memiliki berbagai jenis dengan range yang berbeda.
[2] Bakpia adalah salah satu makanan khas kota Yogyakarta yang terbuat dari campuran kacang hijau dengan gula yang dibungkus tepung lalu di panggang.
[3] Kuta adalah salah satu pantai yang juga biasa disebut sebagai pantai matahari terbenam. Terletak di kabupaten badung sebelah selatan Denpasar, Bali.
[4] Ratu kapas adalah julukan dari adikku untuk aku karena salah satu kebiasaanku yang sulit dibangunkan saat tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar